DANA DESA MENSEJATERAHKAN RAKYAT, APAKAH DOMPET OKNUM KADES...?

Poto ilustrasi

Dutaonline.co.id Minggu (4/8-2019) Dana Desa merupakan dana yang dialokasikan khusus didalam APBN untuk dipergunakan dalam rangka membangun desa agar bisa mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. Dana desa pertama kali digulirkan pada tahun 2015 dengan jumlah anggaran sebesar 20,76 Trilyun Rupiah dan penyerapan sampai akhir tahunnya sebesar 82%.

Dalam proses penggunaan dana desa tersebut, ada regulasi yang mengatur tentang penggunaan dana desa sehingga berjalan maksimal sesuai dengan aspirasi dan masyarakat di desa. Adapun ketentuan itu diatur melalui PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Selain itu untuk memaksimalkan pengelolaan Dana desa, ada asas-asas

pengelolaannya yaitu transparan, akuntabel, partisipatif serta tertib dan disiplin anggaran. Baik ketentuan maupun asas-asas itu muaranya adalah agar dalam mengelola dana desa, kepala desa dan perangkat desa harus menjadikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa sebagai prioritas utama.

Dana desa merupakan ruang demokrasi dalam rangka menyejahterakan masyarakat desa. Dana desa mesti digunakan untuk membangun desa di bidang infrastruktur, pelayanan sosial dasar, seperti akses air bersih, sanitasi, listrik,

Serta fasilitas-fasilitas kesehatan dan pendidikan serta pengembangan ekonomi untuk membuat badan usaha milik desa (BUMDes), pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan pelatihan. Harapan kita semua dengan adanya Dana Desa bisa menjadikan wajah desa berubah dari yang sering diberi label sebagai daerah pinggiran, terisolir, terbelakang, dan lain sebagainya ke arah yang lebih baik.

Hal ini bisa terjadi apabila sumber daya manusia (SDM) kepala desa dan perangkat desa memiliki kesiapan dan kemampuan secara mumpuni agar profesional dalam mengelola dana desa untuk kesejahteraan masyarakat,bukan kesejahteraan Dompet Oknum Kades......?

Dan lebih dari itu bisa menjadikan desa mandiri dan tidak lagi bergantung kepada pemerintah pusat. Karena bukan tidak mungkin pada waktu tertentu bisa saja negara tidak lagi mengalokasikan dana desa kepada desa-desa.

Aliran dana desa tidak berarti berjalan mulus tanpa soal. Banyak kepala desa dan aparat desa yang mengkorupsi dana desa dan mendekam di penjara. Aliran dana desa sesungguhnya bisa mengalirkan perilaku korupsi ke institusi desa.

Karena itu publik perlu mengawasi dan mengontrol penggunaan dana desa. Rakyat mesti diadvokasi bahwa fungsi kontrol itu tidak identik dengan melawan kepala desa, atau tidak mendukung pembangunan dan sedang membenci pemimpin.

Dalam perjalanan mulai ditemukan banyak bermunculan kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala desa dan menyeret sebagian perangkat desa yang ikut dalam suksesi penggelapan dana desa tersebut. Fenomena ini terjadi hampir di seluruh penjuru nusantara.

Berbagai media yang mempublikasikan kebobrokkan kepala desa yang merampok dana desa tanpa ada rasa bersalah dan meninggalkan kepentingan masyarakat desa.

Kepala desa menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri dan membiarkan masyarakat tetap berada dalam keterpurukkan.

Jalan tani yang tidak layak, kekurangan air bersih, rumah masyarakat yang tidak layak huni, dan masih banyak masalah yang membutuhkan sentuhan dana desa itu tidak lagi dihiraukan.

Oknum kepala desa hanyalah bagaimana cara mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin dengan memanfaatkan jabatannya tersebut. Sungguh sebuah perilaku yang tidak terpuji dan sangat menjijikkan.

Jabatan yang diemban itu adalah kepercayaan dan dengan jabatan diharapkan bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan perdesaan

Jabatan kepala desa yang semula diharapkan sebagai ‘sumber rahmat’ kini terbalik menjadi sumber kekayaan saja.(net/red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama